SEMUT MERAH

ASURANSI PAHALA

Kamis, 17 Mei 2012

Akar Masalah Sosial di Indonesia

Akar masalah social di Indonesia yang saling berkaitan (Soetarso: 2007) adalah:
a.    Jumlah penduduk yang besar.
b.    Besarnya jumlah penduduk miskin.
c.    Tingkat pendidikan dan kesehatan bagian terbesar pendudk yang rendah, terutama gizi buruk yang dialami anak baduta dan anak balita.
d.    Kesenjangan yang lebar antara:
v  Pemerintah dan masyarakat;
v  Pembangunan ekonomi dan pembangunan social
v  Pembangunan kota dan pembangunan desa
v  Pembangunan di jawa pembangunan di liar jawa
v  Penduduk kaya dan penduduk miskin
v   Retorika dan fakta
e.    Pembangunan nasional yang sangat sentralistik di masa orde baru
f.     Fundamen ekonomi dan moneter yang sangat lemah
g.    Kerusakan lingkungan hidup yang sangat parah, termasuk semakin habisnya hutan dan tambang
h.    Kerawanan terhadap bencana, baik karena peristiwa alam, prilaku manusia, dan kombinasi keduanya.
i.      Kerusakan moral bangsa selama rezim orde baru
j.      Ketiadaan supremasi hukum
k.    Lemahnya penegakan HAM
l.      Sangat maraknya KKN (korupsi, kulusi dan nepotisme)
m.   Rendahnya kemampuan bangsa secara keseluruhan, termasuk ketidakmampuan menyediakan instuktur pembangunan (jalan, listrik, telefon, dan air).
1.    Masalah Sosial yang Dihadapi Bangsa Indonesia Indonesia
Beberapa masalah social yang dihadapi bangsa Indonesia yang cukup menonjol adalah sebagai berikut:
a.    Kemiskinan
b.    Penganguran
c.    Kejahatan
d.    Kenakalan Anak dan Remaja
e.     Penyalahgunaan narkoba
f.     Pornografi, pornoaksi, dan prostitusi
g.    Perjudian
h.    Pemerkosaan
i.      Gangguan jiwa
j.      Masalah bencana
k.    Keterlanteran anak
l.      Masalah kecacatan
m.   Buruknya jaminan social
n.    Konflik social
o.    Lanjut usia terlantar
p.    Kerusuhan social
q.    Kekerasan terhadap anak dan perempuan
r.     Masalah pengungsi
s.    Masalah HIV/ AIDS
t.      Masalah diskriminasi dan ketidakadilan
u.    Masalah daerah kumuh
v.    Kondisi kesehatan masyarakat yang buruk
w.   Disharmonisasi social
x.    Menurunnya solidaritas social
y.    Stress, depresi, dan bunuh diri
z.    Disorganisasi keluarga.

Dimensi Masalah Sosial

Masalah social dapat lebih dipahami dari demensi-demensi berikut ini:
a.    Setiap masalah bersifat multidimensional dalam pengertian adanya jaringan faktor-faktor fisik, mental, dan social.
b.    Demensi structural dan klinis. Masalah social berdemensi structural kalau faktor penyebabnya berakarkan pada struktur masyarakat, seperti maslah social yang terjadi di Indonesia. Demensi klinis, kalau masalah social berakar pada kekurangan atau kelemahan pada diri individu.
c.    Demensi absolute dan relative, misalnya yang terjadi pada kemiskinan. Kemiskinan disebut absolute kalau indikatornya kemiskinan berlaku di manapun juga didunia ini, baik di Negara maju maupun berkembang. Kemiskinan disebut relative  kalau indikatornya hanya berlaku di Negara tertentu, misalkan miskin di Amerika serikat tetapi tidak miskin di Indonesia.
Ernest Burgessdalam Sumarnugroho (1984: 11) berpendapat bahwa teori tentang masalah social dlam perkembangan sosiologi dapat dikelompokkan menjadi lima aspek, yaitu:
a.    Masalah social sebagai patologi organic individu
b.    Masalah social sebagai patologi social
c.    Masalah social sebagai disorganisasi personal dan social
d.    Masalah social sebagai konflik nalai
e.    Masalah social sebagai proses
Sementara, merton mengategorikan masalah social menurut yang lazimnya dapat diterima baik oleh para sosiolog maupun pekerja social, yaitu: pertama, masalah social yang digambarkan sebagai “disorganisasi social”, dan golongan kedua , masalah social yang dapat dikategorikan sebagai “ tingkah laku menyimpang”. Disorganisasi social mengacu kepada ketidakwajaran atau kegagalan-kegagalan didalam suatu system social yang terdiri atas status-status dan peranan-peranan yang berinterelasi, misalnya tujuan-tujuan kolektif dan tujuan-tujuan individual yang kurang dapat diwujudkan dari pada yang seharusnya. Sedangkan tingkah laku yang menyimoang merujuk kepada tingkahlaku yang secara signifikan telah bergeser dari norma-norma yang dibentuk bagi orang-orang menurut status social mereka masing-masing (Achlis, 1982:27).
Sedangkan Soedjito S. mengklarifikasi masalah social ke dalam dua bagian. Pertama, masalah social dengan reaksi berantai. Maslah social ini biasanya merupakan akibat dari masalah social sebelumnya, berinteraksi dengan faktor-faktor sebelumnya, lalu berkembang menjadi deret ukur. Contohnya, kemiskinan, penggunaan ganja dan mofin. Perkelahian dan kenakalan anak-anak juga merupakan contoh lain yang biasanya sering dilatarbelakangi sebelumnya oleh keadaan broken home. Masalah social ini sulit diatasi dan jika tidak dapat diatasi pada taraf ini, akan menjadi masalah social yang akut dan berdampak luas. Kedua, masalah social dengan reaksi jangka pendek. Biasanya jika masalah social yang pokok sudah teratasi,akibatnya tiak kan merembet kepada masalah social yang lainnya. Misalnya, jika ada kegagalan panen atau karena gunung berapi yang meletus ataupun banjir. Kegagalan panen biasanya dapat biasanya dapat diatasi akibatnya, dengan dropping  bahan makanan. Akan tetapi, jika bantuan tidak mencukupi atau terlambat, masalah ini merupakan timbulnya masalah seperti pada bagian pertama. Di dalam kategori ini termasuk juga penampungan orang-orang jompo. Biasanya jika masalah pokok sudah teratasi, akibatnya tidak akan merembet kepada yang lain (Soedjito S., 1985: 79-80).
Permasalahan social di Indonesia, seperti halnya di Negara-negara lain, cenderung meningkat jumlah maupun kompleksitasnya. Masalah-masalah yang selama ini cukup kita kenal tetap saja berada di tengah-tengah kita, serti: kemiskinan, ketunaan social, keterlantaran anak, kecatatan, kejahatan, dan kenakalan. Masalah-masalah ini kerap kali juga disebut masalah social bandel (persistent social problems), karena keberadaanya kurang dipenuhi oleh proses perubahan dan perkembangan masyarakat serta teknologi. Selain masalah social tersebut berkembang pula masalah “baru”, seperti: penyalahgunaan bahan (narkoba), anak jalanan, dan daerah kumuh (Soetarso: 2007).
Masalah social, meneurut Soetaso terbentuk oleh kombinasi faktor-faktor internal yang berasal dari dalam diri orang (ketidakmampuan, kecacatan, gangguang jiwa, dan sebagainya) dan faktor-faktor eksternal yang berasal dari lingkungan social (keluarga, sekolah, lingkungan tetangga, dan sebagainya). Berat ringannya suatu masalah social yang dialami oleh penyandang kerapkali bergantung faktor-faktor penyebab yang dialaminya serta variable-variabel di dalm dirinya, terutama persepsi, kebutuhan, nilai, kemapuan, harapan, pengalaman dan perasaannya. Dalam kaitan ini dikenal adanya  penyandang masalah ganda, baik individu maupun keluarga (Soetarso: 2007).
Kemudian , Soetarso lebih lanjut mengraikan, masalah social jug adapt mempengaruhi warga masyarakat yang mengalami kerentanan, yaitu mereka yang karena keterbatasan dalam hidupnya mudah terjerumus sehingga mengalami masalah social. Mereka ini antara lain anak dan remaja, khususnya yang urbanisan dengan pendidikan dan keterampilan terbatas, tenaga kerja perempuanndi perusahaan atau industry, pekerja migrant perempuan, pembantu rumah tangga, serta kepala rumah tangga perempuan yang bekerja. Masalah social juga mengurangi kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan serta kehidupan bernegara, terutama karena terkurasnya sumber-sumber yang seharusnya dapat didayagunakan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan social masyarakat. Contoh, terjadinya berbagai bentuk kerusuhan social di Indonesia pada saat ini (Soetarso: 2007).

Masalah Sosial


   Pengertian Masalah Sosial
Masalah atau poblema adalah perbedaan antara das sollen (yang seharusnya, yang diinginkan, yang dicita-citakan, yang diharapkan) dengan dan das sein (yang nyata,yang terjadi). Dengan kata lain, masalah adalah perbedaan antara yang ideal danyang real. Contohnya, ketika mencita-citakan masyarakat yang sejahtera, ternyata yang terjadi banyak masyarkat yang masih miskin. Kita menginginkan masyarakat yang cinta damai, yang terjadi malah masyarakat yang sering berbuat kerusuhan/ kekacauan. Kita mengharapkan masyarakat yang adil, ternyata menemukan masyarakat yang zali, dsb. Pembahasan tentang masalah ini akan difokuskan pada masalah social (social problem)
Dalam prespektif profesi pekerjaan social, menurut Soetarso (2007) maslah social merupakan kondisi social yang dinilai orang sebagai kondisi yang tidak enak. Masalah atau tidaknya suatu kondisi social bergantung orang atau pihak yang memberikan penilaian. Suatu masalah social akan sangat sulit penanggulangannya kalu lebih banyak orang menilainya tidak sebagai masalah. Contohnya masalah pelacuran.
Kartini Kartono (1992: 1-2) berpandangan, yang disebut sebagai masalah social adalah:
a. Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memperkosa adat-istiadat masyarakat (dan adat-istiadat tersebut diperlukan untuk menjamin kesejahteraan hidup bersama).
b.    Situasi social yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat sebagai mengganggu, tidak dikehendaki, berbahaya, dan merugikan orang banyak.
Dengan demikian, jelaslah bahwa adat-istiadat dan kebudayaan itu mempunyai nilai pengontrol dan nilai sanksional terhadap tingkah laku anggota masyarakat. Oleh karena itu, tingkah laku yang dianggap sebagai tidak cocok, melanggar norma dan adat-istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum, dikategorikan sebagai masalah social.
Parillo yang dikutip Soetomo (1995:4) mengatakan, untuk dapat memahami pengertian masalah social perlu memperhatikan enpat komponen yaitu:
a.    Masalah itu bertahan untuk suatu priode tertentu.
b.  Dirasakan dapat menyebabkan berbagao kerugian fisik atau mental, baik pada individu maupun masyarakat.
c. Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau standar social dari satu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat.
d.    Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan.
Robert K. Merton mendifinisikan masalah social dengan menyebut cirri-ciri pokok masalah social. Baginya, cirri-ciri masalah social itu adalah adanya : “jurang perbedaan yang cukup signifikan antara standar-standar social dengan kenyataan social”. Oleh karena itu, menurut Merton masalah social selau mengacu kepada suatu jurang antara harapan-harapan yang ada, baik pada seorang individu maupun suatu kelompok, dengan kenyataan-kenyataan mengenai kebutuhan-kebutuhan apa yang dapat dipenuhi, nilai-nilai, dan tujuan-tujuan apa yang dapat diperoleh orang di dalam suatu masyarakat (Achlis, 1982:27).

Menurut Horton dan Leslie dalam Suharto (2000), masalah social adalah suatu kondisi yang dirasakan banyak orang tidak menyenagkan serta pemecah aksi social secara kolektif. Dari definisi ini dapat disimpulkan, masalah social memiliki karakteristisk sebagai berikut:
a.    Kondisi yang dirasakan banyak orang
Suatu masalah baru dapat dikatakan sebagai masalah social apabila kondisinya dirasakan oleh banyak orang. Dengan demikian, tidak ada batasan mengenai jumlah orang yang harus merasakan masalah tersebut. Jika suatu masalah mendapat perhatian dan menjadi pembicaraan lebih dari satu orang, masalah tersebut adalah masalah social. Peran media massa sangat menentukan apakah masalah tertentu menjadi pembicaraan khalayak umum. Jika sejumlah artikel atau berita yang membahas suatu masalah muncul di media massa, masalah tersebut akan segera menarik perhatian orang. Kasus kriminalitas akhir-akhir ini sangat ramai diberitakan di Koran maupun di tekevisi. Kriminalitas adalah masalah social.
b.    Kondisi yang dinilai tidak menyenangkan
Menurut faham hedonism, orang cenderung mengulang sesuatu yang menyenangkan dan menghindari sesuatu yang tidak mengenakkan. Orang senantiasa menghindari masalah, karena masalah selalu tidak menyenangkan. Penilaian masyarakat sangat penting dalam menentukan suatu kondisi sebagi masalah social. Suatu kondisi dapat dianggap sebagai masalah social oleh masyarakat tertentu tetapi tidak oleh masyarakat lainnya. Ukuran “baik” atau “buruk” sangat bergantung pada nilai atau norma yang dianut masyarakat. Penggunaan narkotika, minuman keras, homoseksual, bahkan bunuh diri adalh masalah social, apabila aturan-aturan umum. Tetapi pada masyarakat yang memandang penggunaan minuman keras, misalnya, sebagi sesuatu yang “wajar” dan ”biasa” penggunaan whisky, johny walker atau sampagne bukanlah masalah social, meskipun dilakukan banyak orang.
  c.    Kondisi yang menuntut pemecahan
Suatu kondisi yang tidak menyenangkan senantiasa menuntut pemecahan. Apabila seseorang marasa lapar, akan dicarinya rumah makan. Apabila sakit kepala, ia akan segera pergi kedokter atau membeli paramex. Umumnya, suatu kondisi dianggap perlu dipecahkan jika masyarakat merasa bahwa kondisi tersebut memang dapat dipecahkan. Pada waktu lalu, masalah kemiskinan tidak dikategorikan sebagai masalah social karena waktu itu masyarakat menganggap kemiskinan sebagai sesuatu yang ilmiah dan masyarakat belum memiliki kemampuan untuk memecahkannya. Sekarang, setelah masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menanggulangi kemiskinan, kemiskinan ramai diperbincangkan dan diseminarkan, karena dianggap masalah social.
d.    Pemecahan tersebut harus dilakukan melalui aksi social secara kolektif
Masalah social berbeda dengan individu, masalah individual dapat diatasi secara individual, tetapi masalah social hanya dapat diatasi melalui rekayasa social seperti aksi social, kebijakan social atau perencanaan social, karena penyebab dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banyak orang.