SEMUT MERAH

ASURANSI PAHALA

Kamis, 17 Mei 2012

Dimensi Masalah Sosial

Masalah social dapat lebih dipahami dari demensi-demensi berikut ini:
a.    Setiap masalah bersifat multidimensional dalam pengertian adanya jaringan faktor-faktor fisik, mental, dan social.
b.    Demensi structural dan klinis. Masalah social berdemensi structural kalau faktor penyebabnya berakarkan pada struktur masyarakat, seperti maslah social yang terjadi di Indonesia. Demensi klinis, kalau masalah social berakar pada kekurangan atau kelemahan pada diri individu.
c.    Demensi absolute dan relative, misalnya yang terjadi pada kemiskinan. Kemiskinan disebut absolute kalau indikatornya kemiskinan berlaku di manapun juga didunia ini, baik di Negara maju maupun berkembang. Kemiskinan disebut relative  kalau indikatornya hanya berlaku di Negara tertentu, misalkan miskin di Amerika serikat tetapi tidak miskin di Indonesia.
Ernest Burgessdalam Sumarnugroho (1984: 11) berpendapat bahwa teori tentang masalah social dlam perkembangan sosiologi dapat dikelompokkan menjadi lima aspek, yaitu:
a.    Masalah social sebagai patologi organic individu
b.    Masalah social sebagai patologi social
c.    Masalah social sebagai disorganisasi personal dan social
d.    Masalah social sebagai konflik nalai
e.    Masalah social sebagai proses
Sementara, merton mengategorikan masalah social menurut yang lazimnya dapat diterima baik oleh para sosiolog maupun pekerja social, yaitu: pertama, masalah social yang digambarkan sebagai “disorganisasi social”, dan golongan kedua , masalah social yang dapat dikategorikan sebagai “ tingkah laku menyimpang”. Disorganisasi social mengacu kepada ketidakwajaran atau kegagalan-kegagalan didalam suatu system social yang terdiri atas status-status dan peranan-peranan yang berinterelasi, misalnya tujuan-tujuan kolektif dan tujuan-tujuan individual yang kurang dapat diwujudkan dari pada yang seharusnya. Sedangkan tingkah laku yang menyimoang merujuk kepada tingkahlaku yang secara signifikan telah bergeser dari norma-norma yang dibentuk bagi orang-orang menurut status social mereka masing-masing (Achlis, 1982:27).
Sedangkan Soedjito S. mengklarifikasi masalah social ke dalam dua bagian. Pertama, masalah social dengan reaksi berantai. Maslah social ini biasanya merupakan akibat dari masalah social sebelumnya, berinteraksi dengan faktor-faktor sebelumnya, lalu berkembang menjadi deret ukur. Contohnya, kemiskinan, penggunaan ganja dan mofin. Perkelahian dan kenakalan anak-anak juga merupakan contoh lain yang biasanya sering dilatarbelakangi sebelumnya oleh keadaan broken home. Masalah social ini sulit diatasi dan jika tidak dapat diatasi pada taraf ini, akan menjadi masalah social yang akut dan berdampak luas. Kedua, masalah social dengan reaksi jangka pendek. Biasanya jika masalah social yang pokok sudah teratasi,akibatnya tiak kan merembet kepada masalah social yang lainnya. Misalnya, jika ada kegagalan panen atau karena gunung berapi yang meletus ataupun banjir. Kegagalan panen biasanya dapat biasanya dapat diatasi akibatnya, dengan dropping  bahan makanan. Akan tetapi, jika bantuan tidak mencukupi atau terlambat, masalah ini merupakan timbulnya masalah seperti pada bagian pertama. Di dalam kategori ini termasuk juga penampungan orang-orang jompo. Biasanya jika masalah pokok sudah teratasi, akibatnya tidak akan merembet kepada yang lain (Soedjito S., 1985: 79-80).
Permasalahan social di Indonesia, seperti halnya di Negara-negara lain, cenderung meningkat jumlah maupun kompleksitasnya. Masalah-masalah yang selama ini cukup kita kenal tetap saja berada di tengah-tengah kita, serti: kemiskinan, ketunaan social, keterlantaran anak, kecatatan, kejahatan, dan kenakalan. Masalah-masalah ini kerap kali juga disebut masalah social bandel (persistent social problems), karena keberadaanya kurang dipenuhi oleh proses perubahan dan perkembangan masyarakat serta teknologi. Selain masalah social tersebut berkembang pula masalah “baru”, seperti: penyalahgunaan bahan (narkoba), anak jalanan, dan daerah kumuh (Soetarso: 2007).
Masalah social, meneurut Soetaso terbentuk oleh kombinasi faktor-faktor internal yang berasal dari dalam diri orang (ketidakmampuan, kecacatan, gangguang jiwa, dan sebagainya) dan faktor-faktor eksternal yang berasal dari lingkungan social (keluarga, sekolah, lingkungan tetangga, dan sebagainya). Berat ringannya suatu masalah social yang dialami oleh penyandang kerapkali bergantung faktor-faktor penyebab yang dialaminya serta variable-variabel di dalm dirinya, terutama persepsi, kebutuhan, nilai, kemapuan, harapan, pengalaman dan perasaannya. Dalam kaitan ini dikenal adanya  penyandang masalah ganda, baik individu maupun keluarga (Soetarso: 2007).
Kemudian , Soetarso lebih lanjut mengraikan, masalah social jug adapt mempengaruhi warga masyarakat yang mengalami kerentanan, yaitu mereka yang karena keterbatasan dalam hidupnya mudah terjerumus sehingga mengalami masalah social. Mereka ini antara lain anak dan remaja, khususnya yang urbanisan dengan pendidikan dan keterampilan terbatas, tenaga kerja perempuanndi perusahaan atau industry, pekerja migrant perempuan, pembantu rumah tangga, serta kepala rumah tangga perempuan yang bekerja. Masalah social juga mengurangi kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan serta kehidupan bernegara, terutama karena terkurasnya sumber-sumber yang seharusnya dapat didayagunakan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan social masyarakat. Contoh, terjadinya berbagai bentuk kerusuhan social di Indonesia pada saat ini (Soetarso: 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar