Masalah
social dapat lebih dipahami dari demensi-demensi berikut ini:
a. Setiap
masalah bersifat multidimensional dalam pengertian adanya jaringan
faktor-faktor fisik, mental, dan social.
b. Demensi
structural dan klinis. Masalah social berdemensi structural kalau faktor
penyebabnya berakarkan pada struktur masyarakat, seperti maslah social yang
terjadi di Indonesia. Demensi klinis, kalau masalah social berakar pada
kekurangan atau kelemahan pada diri individu.
c. Demensi
absolute dan relative, misalnya yang terjadi pada kemiskinan. Kemiskinan
disebut absolute kalau indikatornya kemiskinan berlaku di manapun juga didunia
ini, baik di Negara maju maupun berkembang. Kemiskinan disebut relative kalau indikatornya hanya berlaku di Negara
tertentu, misalkan miskin di Amerika serikat tetapi tidak miskin di Indonesia.
Ernest
Burgessdalam Sumarnugroho (1984: 11) berpendapat bahwa teori tentang masalah
social dlam perkembangan sosiologi dapat dikelompokkan menjadi lima aspek,
yaitu:
a. Masalah
social sebagai patologi organic individu
b. Masalah
social sebagai patologi social
c. Masalah
social sebagai disorganisasi personal dan social
d. Masalah
social sebagai konflik nalai
e. Masalah
social sebagai proses
Sementara,
merton mengategorikan masalah social menurut yang lazimnya dapat diterima baik
oleh para sosiolog maupun pekerja social, yaitu: pertama, masalah social yang digambarkan sebagai “disorganisasi
social”, dan golongan kedua , masalah
social yang dapat dikategorikan sebagai “ tingkah laku menyimpang”.
Disorganisasi social mengacu kepada ketidakwajaran atau kegagalan-kegagalan
didalam suatu system social yang terdiri atas status-status dan peranan-peranan
yang berinterelasi, misalnya tujuan-tujuan kolektif dan tujuan-tujuan
individual yang kurang dapat diwujudkan dari pada yang seharusnya. Sedangkan
tingkah laku yang menyimoang merujuk kepada tingkahlaku yang secara signifikan
telah bergeser dari norma-norma yang dibentuk bagi orang-orang menurut status
social mereka masing-masing (Achlis, 1982:27).
Sedangkan
Soedjito S. mengklarifikasi masalah social ke dalam dua bagian. Pertama, masalah social dengan reaksi
berantai. Maslah social ini biasanya merupakan akibat dari masalah social
sebelumnya, berinteraksi dengan faktor-faktor sebelumnya, lalu berkembang
menjadi deret ukur. Contohnya, kemiskinan, penggunaan ganja dan mofin.
Perkelahian dan kenakalan anak-anak juga merupakan contoh lain yang biasanya
sering dilatarbelakangi sebelumnya oleh keadaan broken home. Masalah social ini sulit diatasi dan jika tidak dapat
diatasi pada taraf ini, akan menjadi masalah social yang akut dan berdampak
luas. Kedua, masalah social dengan
reaksi jangka pendek. Biasanya jika masalah social yang pokok sudah
teratasi,akibatnya tiak kan merembet kepada masalah social yang lainnya.
Misalnya, jika ada kegagalan panen atau karena gunung berapi yang meletus
ataupun banjir. Kegagalan panen biasanya dapat biasanya dapat diatasi
akibatnya, dengan dropping bahan makanan. Akan tetapi, jika bantuan tidak
mencukupi atau terlambat, masalah ini merupakan timbulnya masalah seperti pada
bagian pertama. Di dalam kategori ini termasuk juga penampungan orang-orang
jompo. Biasanya jika masalah pokok sudah teratasi, akibatnya tidak akan
merembet kepada yang lain (Soedjito S., 1985: 79-80).
Permasalahan
social di Indonesia, seperti halnya di Negara-negara lain, cenderung meningkat
jumlah maupun kompleksitasnya. Masalah-masalah yang selama ini cukup kita kenal
tetap saja berada di tengah-tengah kita, serti: kemiskinan, ketunaan social,
keterlantaran anak, kecatatan, kejahatan, dan kenakalan. Masalah-masalah ini
kerap kali juga disebut masalah social bandel (persistent social problems), karena keberadaanya kurang dipenuhi
oleh proses perubahan dan perkembangan masyarakat serta teknologi. Selain
masalah social tersebut berkembang pula masalah “baru”, seperti: penyalahgunaan
bahan (narkoba), anak jalanan, dan daerah kumuh (Soetarso: 2007).
Masalah
social, meneurut Soetaso terbentuk oleh kombinasi faktor-faktor internal yang
berasal dari dalam diri orang (ketidakmampuan, kecacatan, gangguang jiwa, dan
sebagainya) dan faktor-faktor eksternal yang berasal dari lingkungan social
(keluarga, sekolah, lingkungan tetangga, dan sebagainya). Berat ringannya suatu
masalah social yang dialami oleh penyandang kerapkali bergantung faktor-faktor
penyebab yang dialaminya serta variable-variabel di dalm dirinya, terutama
persepsi, kebutuhan, nilai, kemapuan, harapan, pengalaman dan perasaannya.
Dalam kaitan ini dikenal adanya
penyandang masalah ganda, baik individu maupun keluarga (Soetarso:
2007).
Kemudian
, Soetarso lebih lanjut mengraikan, masalah social jug adapt mempengaruhi warga
masyarakat yang mengalami kerentanan, yaitu mereka yang karena keterbatasan
dalam hidupnya mudah terjerumus sehingga mengalami masalah social. Mereka ini
antara lain anak dan remaja, khususnya yang urbanisan dengan pendidikan dan
keterampilan terbatas, tenaga kerja perempuanndi perusahaan atau industry,
pekerja migrant perempuan, pembantu rumah tangga, serta kepala rumah tangga
perempuan yang bekerja. Masalah social juga mengurangi kualitas hidup
masyarakat secara keseluruhan serta kehidupan bernegara, terutama karena
terkurasnya sumber-sumber yang seharusnya dapat didayagunakan untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan social masyarakat. Contoh, terjadinya berbagai
bentuk kerusuhan social di Indonesia pada saat ini (Soetarso: 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar